MAKALAH
POHON KURMA
SETINGGI LANGIT
(KAJIAN QS.
IBRAHIM/14: 24-25)
Disusun sebagai
tugas mata kuliah “Tafsir”
Dosen Pengampu :
Drs. Syufa’at, M.Ag
Disusun Oleh:
Nama : Annisa Rahayu
NIM : 0806010003
Semester :V
KALIMAT THAYYIBAH
(KAJIAN QS. IBRAHIM/14: 24-25)
A. Gambaran Umum
Teks
“Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit” [24].
“Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap muslim dengan seizin Tuhan-Nya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” [25].
Dalam ayat-ayat terdahulu Allah
telah menjelaskan keadaan orang-orang durhaka, kesudahan mereka, dan berbagai
kesusahan di dalam neraka yang mereka tidak dapat menyelamatkan diri
daripadanya. Allah menjelaskan pula ihwal orang-orang berbahagia dan
beruntung yang mereka peroleh dari sisi Allah.
(Al-Maraghi 1988 : 259)
Allah mengumpamakan perkara
maknawi dengan perkara indrawi, agar kesannya lebih menyentuh jiwa dan lebih
sempurna bagi orang yang berakal. Bagi orang Arab, kata perumpamaan adalah gaya
pengungkapan perasaan yang biasa digunakan untuk memperjelas makna-makna yang
dikehendaki terpatri kokoh di dalam hati para pendengar. Al-Qur’an penuh dengan
kata-kata tersebut. (Al-Maraghi 1988: 260).
Allah mengumpamakan kalimat
yang baik itu dengan pohon yang baik, berbuah, indah dipandang, harum baunya,
pokoknya tertancap kokoh ke dalam tanah, yang karenanya tidak mudah tumbang,
dan cabang-cabangnya menjulang tinggi ke udara. Keadaan ini menunjukkan kepada
kokohnya pokok, kuatnya akar, dan jauhnya pohon dari benda-benda busuk yang ada
di dalam tanah serta kotoran bangunan. Maka, pohon itu mendatangkan buahnya
yang bersih dari segala kotoran, dan berbuah pada setiap muslim dengan perintah
serta izin Penciptanya. Jika seluruh sifat tersebut dimiliki oleh pohon ini,
maka akan banyak manusia yang menyukainya. (Al-Maraghi
1988:261).
B. Analisis Bahasa
Al-Matsal : perkataan tentang sesuatu yang
diumpamakan dengan perkataan tentang sesuatu yang lain, karena antara kedua-nya
terdapat keserupaan, dan perkataan pertama diperjelas dengan perkataan kedua,
agar dengan perkataan kedua itu terbukalah keadaan perkataan pertama secara
sempurna.
Fis-Samaa’
:
arah atas
Tu’ti
ukulaha :
memberikan buahnya
Biidzni
Rabbiha : dengan kehendak Penciptanya.
(Al-Maraghi 1988: 259)
Dalam Tafsir
Jalalain disebutkan sebagai berikut:
ﺍﻟﻡ ﺘﺮ : ﺘﻨﻅﺮ
ﻜﻳﻒ ﺿﺮﺐ ﺍﻟﻟﻪ ﻣﺜﻼ : ﻮﻳﺒﺪﻞ ﻣﻨﻪ
ﻜﻠﻣﺔ ﻂﻳﺑﺔ : ﺃﻱ ﻻ ﺍﻠﻪ ﺍﻻ ﺍﻠﻠﻪ
ﻜﺸﺟﺭﺓ ﻂﻳﺑﺔ : ﻫﻲ ﺍﻠﻨﺨﻠﺔ
ﺃﺼﻠﻬﺎ ﺜﺎﺑﺖ : ﻓﻲ ﺍﻻﺭﺾ
ﻭﻔﺭﻋﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻠﺳﻣﺎﺀ : ﻏﺼﺑﻬﺎ
ﻨﺅﺘﻲ : ﺘﺅﻁﻰ
ﺃﻜﻠﻬﺎ : ﺜﻣﺮﻫﺎ
ﻜﻞ ﺣﻳﻦ :
ﺒﺈﺬﻦ ﺭﺒﻬﺎ : ﺒﺎﺮﺍﺪﺘﻪ ﻜﺬﻟﻚ ﻛﻠﻣﺔ ﺍﻹﻳﻣﺎﻥ ﺜﺎﺒﺗﺔ ﻓﻲ ﻘﻟﺐ ﺍﻟﻣﺅﻣﻥ
ﻭﻋﻣﻠﻪ ﻳﺼﻌﺪ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﺳﻣﺎﺀ ﻭﻳﻨﺎﻟﻪ ﺒﺮﻜﺘﻪ ﻭﺜﻭﺍﺒﻪ
ﻜﻞ ﻭﻘﺖ
ﻭﻳﺿﺭﺐ ﷲ ﺍﻷﻤﺜﺎﻝ ﻠﻠﻨﺎﺲ : ﻳﺒﻳﻥ
ﻟﻌﻟﻬﻢ ﻳﺗﺬﻛﺮﻭﻦ : ﻳﺗﻌﻈﻭﻦ ﻓﻴﺅﻣﻨﻭﻦ
Alam tara: Tidakkah kamu perhatikan
Kaifa dharaballahul
masalan: bagaimana Allah
telah membuat perumpamaan
Kalimatin
thaiyyibatin: kalimat
yang baik
Kasyajaratin: seperti pohon yang baik
Asluha tsabiun: akarnya teguh
Wa far’uha: dan cabangnya (menjulang) ke langit.
Tu’tii ukulaha: Pohon itu memberikan
buahnya
Kulla hiinin: pada setiap muslim
Bi idzni rabbiha: dengan seizin
Tuhan-Nya.
Wa yadribul
amtsaala lin naasi: Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia
La’allahum
yatadzakkarun: supaya mereka selalu ingat.
Struktural
atau gramatikal
Penjelasan
secara mujmal
C. Munasabah
Ayat 23 berbicara tentang….terjemahkan.
Pada QS. Ibrahim ayat 18 Allah telah
mengambil perumpamaan tentang amalan dari orang yang tidak menganut kepercayaan
kepada Allah, ialah laksana debu yang habis terbang dihembus oleh angin yang
keras, sehingga sedikit pun dia tidak mendapatkan faedah dari apa pun yang dia
usahakan. Kemudian diterangkan pula kemalangan orang yang beragama hanya
turut-turutan, sehingga dipengaruhi oleh orang yang sombong dan berpengaruh dan
diperdayakan oleh syaitan-syaitan. Dan setelah hari kiamat, pemimpin yang
mempengaruhi itu dan syeitan yang memperdayakan itu tidak seorang jua pun yang
dapat menolong, sehingga si malang terpaksa masuk neraka untuk menjalani
hukumannya. Hanya orang yang beriman dan beramal sholeh yang akan
selamat. (Hamka :139)
Selanjutnya Allah mengemukakan suatu perumpamaan lagi.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit” [24].
“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap muslim dengan
seizin Tuhan-Nya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” [25].
Setelah menggambarkan kerugian yang akan diperoleh
kaumnya yang zalim dan keuntungan yang diperoleh orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh pada ayat-ayat yang lalu, maka dalam dua ayat ini Allah swt
memberikan perumpamaan tentang kebenaran atau kalimat yang baik dengan pohon
yang baik, yaitu iman yang tetap di dalam kalbu Mu’min, yang karena itu amalnya
diangkat ke langit, dilanjutkan pada ayat 26 Allah swt memberi perumpamaan
kalimat yang buruk, yaitu Dan perumpamaan
kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan
akar-karnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap tegak sedikit pun.
Demikianlah keadaan kalimat yang buruk, walau kelihatan ada wujudnya tetapi itu
hanya sementara lagi tidak akan menghasilkan buah. (Shihab 2002: 52-53).
Kalimat yang buruk itu apa/...?
D. Kandungan Makna
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”
[24].
Yang dimaksud kalimat yang baik di sini
ialah kalimat Tauhid, serta segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan
mencegah kemungkaran, termasuk semua perbuatan yang berindikasi kepada
kemaslahatan. Melakukan aktivitas seperti inilah yang dianalogikan oleh
Al-Qur’an bagaikan pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke
langit, serta dapat dirasakan buahnya. Hal ini karena amalan tersebut dapat
mendatangkan kebaikan dan keuntungan bagi pelakunya, baik di dunia maupun di
akhirat. (Kauma 2000: 251-252)
Perumpamaan yang disebutkan dalam ayat
ini ialah perumpamaan mengenai kata-kata ucapan yang baik, misalnya kata-kata
yang mengandung ajaran tauhid, seperti “La
ilaha illallah” atau kata-kata lain yang mengajak manusia kepada kebajikan
dan mencegah mereka dari kemungkaran. Kata-kata semacam itu diumpamakan sebagai
pohon yang baik, akarnya teguh menghujam ke bumi. Akar bagi pohon memiliki dua fungsi utama : (1) menghisap air dan unsur
hara dari dalam tanah dan (2) menopang tegaknya pohon. Akar pohon yang
berfungsi baik akan dapat menyalurkan unsur-unsur hara dari dalam tanah ke
bagian atas pohon dan pertumbuhan pohon akan berjalan dengan baik. (Depag 2009:
144)
Ali bin Abi Thalhah
meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas menafsirkan “kalimat yang baik” sebagai kesaksian
tiada Tuhan melainkan Allah, “pohon yang baik sebagai seorang mukmin, “akarnya
kokoh” sebagai kalimat ‘tiada Tuhan melainkan Allah’ yang berada di dalam hati
seorag mukmin, dan “cabangnya ke langit” sebagai amal seorang mukmin yang
dinaikkan ke langit lantaran kalimat itu. Demikian pula menurut penafsiran
adh-Dhahak, Said bin Jabir, Akramah, Mujahid, dan ulama lain yang tidak hanya
seorang. Sesungguhnya perumpamaan itu menggambarkan amal seorang mukmin,
ucapannya yang baik, dan perbuatannya yang saleh. Dan bahwa seorang mukmin itu seperti pohon kurma. Pohon itu senantiasa
menaikkan amal shaleh bagi si mukmin pada setiap saat waktu, pagi dan sore.
As-Sidi meriwayatkan dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Kalimat
(perumpamaan itu) ialah pohon kurma. (Ar-Rifa’i 1999: 953-954)
Al-Bukhari
meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata (677), ;Kami tengah bersama Rasulullah
saw.. Beliau bersabda, ‘Beritahukanlah kepadaku sebuah pohon yang menyerupai
(atau seperti) seorang muslim. Daunnya tidak berguguran baik pada musim hujan
maupun kamarau dan berbuah setiap saat dengan seizing Tuhannya,’ Terbetiklah
dalam diriku bahwa ia adalah pohon kurma. Aku melihat Abu Bakar dan Umar tidak berkata-kata, maka aku pun enggan
untuk memulai berkata. Mereka tidak mengatakan apa
pun. Rasulullah saw. Berkata, ‘Pohon itu adalah kurma.’ Setelah kami bangkit,
aku berkata kepada Umar, ‘Hai ayahku, demi Allah sesungguhnya telah terbetik
dalam benakku bahwa pohon itu ialah pohon kurma.’ Umar berkata, ‘Lalu, mengapa
kamu tidak mengatakannya?; Aku berkata, ‘Karena kalian tidak mengatakan apa-apa
sehingga aku enggan atau segan untuk mengatakan sesuatu.’ Umar berkata, ‘Kamu
mengatakanya adalah lebih aku sukai daripada anu dan anu.’” (Ar-Rifa’i 1999: 954)
“Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap muslim dengan seizin Tuhan-Nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia
supaya mereka selalu ingat” [25].
Dalam ayat ini
digambarkan bahwa pohon yang baik itu selalu memberikan buahnya pada setiap manusia,
dengan seizing Tuhannya. adapun proses pertumbuhan tanaman diperlukan berbagai
unsur hara yang cukup banyak macamnya. Untuk sampai pada terjadinya buah, akar
harus dapat memasok semua kebutuhan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan
seimbang. (Depag 2009: 145).
Maka oleh karena
baik pupuknya, baik pemeliharaannya,
subur tanah tempatnya tumbuh dan selalu dapat menghisap udara dan tidak ada
yang menghambat mengambil cahaya matahari, dengan sendirinya dia terus
menghasilkan buah, tidak pandang musim; di musim panas, di musim hujan, di
musim rontok atau di musim semi, dia tetap menghasilkan buah.
Diberi perumpamaan
indah ini supaya manusia tetap ingat, agar bibit pohon itu yang telah ada dalam
jiwa dan akal kita sejak kita dilahirkan ke dunia jangan sampai layu. Biarkan
dia tumbuh dengan suburnya. Dan kewajiban suatu rumah tangga melahirkan pohon
ini pada seisi rumahtangganya, kewajiban ayah ibu memupuknya pada anak. Dia
mesti dipelihara terus. Pemeliharaan itulah yang di dalam bahasa arab di sebut
takwa, berasal dari kalimat wiqoyah; pemeliharaan. Jangan ada yang
menghambatnya dari cahaya matahari. Cahaya matahari itu diambil dengan
mengerjakan sholat, sehingga sampailah dahan dan cabang kayu itu ke langit.
Segala amal yang shalih, budi yang mulia, cinta dan kasih kepada sesama
manusia, tangan yang murah memberi, dan lain-lain. Itulah buahnya. Dan tidaklah
dapat ditumbangkan, insya allah.
Dampak positif dan negatif dari kalimat yang baik dan
yang buruk
E. Kontekstualisasi
Agama islam mengajarkan kepada umatnya
agar membiasakan diri menggunakan ucapan yang baik, yang berfaedah bagi
dirinya, dan bermanfaat bagi orang lain. Ucapan seseorang menunjukkan watak dan
kepribadiannya serta adab dan sopan-santunnya. Sebaliknya, setiap muslim harus
menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok, yang dapat menimbulakn rasa jijik
bagi yang mendengarnya. (Depag 2009: 145)
Setiap orang yang memperoleh ilmu
pengetahuan dari seorang guru haruslah bersyukur kepada Allah karena pada
hakekatnya ilmu pengetahuan yang diperolehnya melalui seseorang adalah karunia
dan rahmat dari Allah swt. Ibu bapak dalam rumah tangga haruslah senantiasa
mempergunakan kata-kata yang baik dan sopan, serta menjauhi ucapan-ucapan kotor
dan kasar, karena ucapan-ucapan itu akan ditiru oleh anak-anak mereka. (Depag
2009: 145)
Pembuatan perumpamaan akan membantu
memahamkan dan mengingatkan manusia terhadap makna perkataan, karena hati lebih
mudah dilunakkan dengan perumpamaan-perumpamaan. Ia dapat mengeluarkan makna
dari yang tersembunyi kepada yang jelas, dan dari yang dapat diketahui dengan
pikiran kepada yang dapat diketahui dengan tabiat. Dengan perumpamaan, sesuatu yang rasional bisa disesuaikan dengan sesuatu
yang indrawi. Maka, tercapailah pengetahuan yang sempurna tentang suatu yang
diumpamakan. (Al-Maraghi 1988: 263)
- Guru hendaknya selalu memberikan motivasi kepada anak didiknya untuk mengatakan kata-kata yang baik dan menghindari kalimat yang buruk atau tidak sopan.
- Seorang guru tidak boleh berbohong karena termasuk kata-kata yang buruk.
- Guru hendaknya dapat menjelaskan sejelas-jelasnya
- Guru harus mempunyai referensi
- Guru memberikan reward dan punisment secara proporsional
- Guru hendaknya selalu memberikan pujian kepada anak didik dan jangan mencela
- Guru hendaknya mendoakan kepada siswa supaya menjadi orang yang berhasil
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad Mushthafa. 1988. Tafsir Al-Maraghi.
Semarang: Toha Putra
Kauma, Fuad. 2000. Tamsil Al-Qur’an Memahami Pesan-pesan Moral dalam Ayat-ayat TamsilJakarta Gema
Insani Press.
Kauma, Fuad. 2000. Tamsil
Al-Qur’an Memahami Pesan-pesan Moral dalam Ayat-ayat Tamsil. Yogyakarta:
Mitra Pustaka
Syihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran. Jakarta:
Lentera Hati
Depag RI.
2009. Al-Quran dan Tafsirnya. Jakarta: Depag
Hamka. 1989. Tafsir Al Azhar Jus XII – XIV. Jakarta:
Pustaka Panjimas
Jalalain.__
Tidak ada komentar:
Posting Komentar