Mentode mengajar yang digunakan dalam situasi
belajar-mengajar banyak jenisnya, baik yang termasuk metode tradisional maupun
metode modern. Metode-metode tersebut akan penulis uraikan dalam makalah ini.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan metode-metode
tersebut juga akan kami uraikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah
individualitas, kebebasan, peranan lingkungan, globalisasi, pusat minat,
aktivitas, motivasi, pengajaran berupa, pengajaran berkorelasi, konsentrasi dan
integrasi. Ptinsip-prinsip tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling
berkaitan satu sama lain.
Prinsip-prinsip yang akan kami uraikan dalam makalah
ini adalah prinsip individualitas, kebebasan, lingkungan, dan globalisasi.
Prinsip-prinsip yang lain akan di uraikan oleh pemakalah yang lain.
- Individualitas
Individu adalah manusia
orang-seorang yang memiliki pribadi/ jiwa sendiri. Kekhususan jiwa itu
menyebabkan individu yang satu berbeda dengan individu yang lain. Dengan
perkataan lain, tiap-tiap manusia mempunyai jiwa sendiri.
Pada umumnya penyebab
perbedaan itu dapat digolongkan ke dalam dua factor, yaitu faktor dari dalam
(internal factor) dan faktor dari luar (external factor). Sejak lahir ke dunia,
anak sudah memiliki kesanggunpan berpikir (cipta), kemauan (karsa) dan
kesanggupan luhur yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya.
Kesanggupan-kesanggupan ini tidak sama bagi setiap anak. Selanjutnya dengan
adanya faktor luar seperti pengaruh keluarga, kesempatan belajar, metode
mengajar, kurikulum, alam, dsb. semakin menambah perbedaan kesanggupan murid.
Secara terperinci perbedaan itu dapat dilihat pada:
a.
Perbedaan
umur (usia kalender)
Sejak dahulu hingga sekarang
orang menentukan tingakt kelas murid berdasarkan umurnya, misalnya kelas satu
SD terdiri dari anak-anak yang usianya enam tahun. Semua anak-anak yang duduk
pada suatu tingakatan/ kelas berdasarkan umur dianggap dapat memperoleh
keuntungan yang sama dari pelajaran dan kegiatan-kegiatan yang diberikan dengan metode penyajian yang sama.
Ketidakmampuan seseorang menguasai materi yang diberikan dijelaskan secara
sederhana bahwa hal itu hanya disebabkan oleh faktor kemalasan. Jadi sama
sekali tidak diperhatikan kenyataan bahwa murid-murid berbeda kemampuannya
dalam menerima pelajaran atau dengan kata lain tidak dipertimbangkan bahwa
anak-anak yang usianya sama tidak selalu memiliki tingkat kematangan belajar
yang sama.
b.
Perbedaan
intelegensi
Jika kita bandingkan antara
anak yang pada dasarnya pandai dengan anak yang kurang pandai, maka akan
kelihatan beberapa perbedaan seperti berikut:
Anak yang pandai:
-
Cepat
menangkap pelajaran.
-
Tahan lama
memusatkan perhatian pada pelajaran dan kegiatan.
-
Dorongan
ingin tahu kuat, banyak inisiatif.
-
Cepat
memahami prinsip-prinsip dan pengertian-pengertian.
-
Sanggup
bekerja dengan pengertian abstrak.
-
Dapat
mengkritik diri sendiri, tahu bahwa ia tidak tahu.
-
Memiliki
minat yang luas.
Sedang anak yang kurang pandai berlaku keadaan
sebaliknya:
-
Lambat
menangakap pelajaran.
-
Perhatiannya
terhadap pelajaran cepat hilang.
-
Kurang dan
tidak punya inisiatif.
-
Dan
seterusnya.
c.
Perbedaan
kesanggupan dan kecepatan
Dalam
melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, kesanggupan dan kecepatan anak berbeda.
Anak yang cerdas akan jauh lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya dalam
hitungan daripada anak yang kurang cerdas. Demikian pula dalam berbagai bidang terdapat
perbedaan kesanggupan. Namun demikian, jarang dijumpai orang yang pandai atau
bodoh dalam segala bidang. Yang umum ialah kurang pandai dalam satu atau
beberapa bidang tetapi dalam hal lain menunjukkan kesanggupannya.
Berdasarkan
kenyataan tersebut, maka perlu dipikirkan bagaimana cara mengorganisir
pelajaran sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi atau sesuai dengan
kesanggupan anak sebagai individu.
Dr.
Maria Montessori yang mula-mula memperhatikan hal ini dan menganjurkan adanya
pengajaran individual. Prinsip yang dikemukakan adalah : "pekerjaan
sekolah harus disesuaikan kepada individu". Anak-anak harus diberikan
kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan daya-dayanya yang terbaik dan
sesuai dengan kecepatan berkembang pada masing-masing anak.
Untuk
memenuhi prinsip perbedaan individu, Thomas M. Risk mengemukakan dua macam pendekatan yaitu:"One approach placed
emphasis upon individualized instruction to provide for individual needs and
supplied group work of some kind as a supplement to provide for socialization.
The other approach placed emphasis upon group work and used various means to
provide for individual needs".
Kedua
pendekatan ini bukanlah merupakan dua hal yang bertantangan melainkan saling
mengisi dan sama pentingnya. Pendekatan yang pertama lebih menitikberatkan pada
pengajaran individual untuk memenuhi kebutuhan individu dan belajar kelompok
hanya merupakan pelengkap untuk sosialisasi. Sebaliknya, pendekatan yang kedua
berusaha memenuhi perbedaan-perbedaan individu dengan mengorganisir
kegiatan-kegiatan belajar yang perlu bagi
murid dalam hubungannya dengan kegiatan kelompok.
Usaha menyesuaikan
pelajaran dengan perbedaan individu
Sampailah
kita sekarang pada pembicaraan mengenai usaha-usaha apa yang dapat dilaksanakan
agara pengajaran yang diberikan sesuai dengan perbedaan individu. Berikut ini
akan kami kemukakan beberapa di antara usaha tersebut.
a.
Individualized
assignments
Guru
merencanakan tugas-tugas perorangan sesuai dengan kebutuhan murid yang
bersangkutan. Tugas-tugas tersebut disertai petunjuk pelaksanaan, dimasukkan
dalam kertas kerja. Setiap anak bekerja dengan bebas menurut kecepatannya di
bawah pengawasan guru. Latihan-latihan menilai diri sendiri dipraktekan
sehingga dengan demikian murid sanggup membantu diri sendiri dan bekerja dengan
bebas walaupun mereka di bawah pengawasan. Penilaian terakhir untuk setiap
bagian pekerjaan/ tugas dilakukan oleh guru. Sewaktu-waktu
penyesuaian-penyesuaian tugas dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan minat
murid. Pemberian tugas seperti diatas dapat dilaksanakan dengan mengikuti
Winetka Plan dan Dalton Plan.
b.
Pengajaran
unit atau proyek
Dalam
bentuk pengajaran ini anak-anak secara bersama-sama menghadapi dan memecahkan
suatu masalah dengan mengikuti langkah-langkah umum pemecahan ilmiah yang
dianjurkan oleh J. Dewey.
o Merealisasi adanya suatu masalah. Menydari dan
merumuskan kesulitan yang dihadapi.
o Menyusun hipotesis
o Mengumpulkan, menilai dan mengklasifikasi data.
o Mengevaluasi dan mencoba hipotesis.
o Mengambil kesimpulan atau membuat laporan,
pameran dan sebagainya.
Walaupun
pada prinsipnya proyek atau unit dilakukan oleh kelompok, namun dalam beberapa
hal murid harus bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan minat atau bahan yang
dipilihnya. Untuk selanjutnya metode proyek.
c.
Homogeneous
grouping
Tujuan
utama dari pengelompokan ini adalah menyatukan murid-murid yang dapat mengambil
manfaat dari aktivitas-aktivitas kelompok yang sama. Umumnya pengelompokkan ini
didasarkan atas kemampuan, bukan atas usia. Jadi, lebih menyesuaikan
aktivitas-aktivitas kelompok daripada terhadap perbedaan-perbedaan individual.
Namun demikian, oleh karena sifat kelompok yang homogen, bantuan individual
yang diperlukan lebih mudah diberikan dibanding dengan kelompok yang heterogen.
d.
Remedial
work
Cara
ini ditempuh bila terdapat kesalahan-kesalahan atau kesulitan-kesulitan yang
dibuat atau dihadapi oleh murid secara individual. Cara ini hanya mungkin
ditempuh bila sudah diketahui kesalahan atau kesulitan ini sebelumnya yang
harus diperbaiki dan kebutuhan-kebutuhan pribadi lainnya dapat diketahui
melalui diagnostic test.
e.
Teknik
bertanya
Teknik
ini dapat digunakan untuk memenuhi perbedaan individual dengan cara: pertanyaan
yang sukar diberikan kepada anak yang pandai dan pertanyaan yang mudah kepada
anak yang kurang pandai. Giliran dalam bermacam-macam bidang studi diberikan
kepada murid yang sangat memerlukan bantuan, tidak hanya kepada murid yang
pandai saja. Dengan demikian anak yang pandai tidak menjadi sombong dan anak
yang kurang pandai tidak merasa harga diri kurang.
f.
Mengusahakan
pemberian tugas-tugas pelajaran di luar sekolah
Tugas
itu bisa bersifat latihan-latihan atau mengulang pelajaran yang sudah
dipelajari bagi anak yang kurang, sedang yang bersifat menambah hal-hal yang
belum dipelajari bagi anak yang pandai.
- Kebebasan
Jika kita membicarakan tentang kebebasan, maka yang
dimaksud bukanlah berarti bahwa dikelas harus ada kebebasan yang tidak
terbatas. Kehidupan di dalam kelas harus terikat pada aturan-aturan tertentu
dalam arti yang positif. Pada prinsipnya pengertian kebebasan mengandung tiga
aspek, yaitu: "Self-direction, Self-discipline and Self-control". Kesalahan
mengartikan kebebasan menjadi sebab dari kebanyakan bencana sosial yang kita
hadapi tidak hanya disekolah tetapi juga di semua lembaga. Fulthon Sheen telah
membatasi kebebasan dalam tiga kategori yaitu: anarchy, totalitarianism, dan
democracy. Kebebasan yang ketiga inilah yang dipersamakan dengan
self-direction, self-discipline and self-control.
Sejak awal masa kanak-kanak setiap individu bergantung
pada orang dewasa dalam hal kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Ketika anak itu
tumbuh dan berkembang, mulailah ia merasakan dorongan melakukan segala-galanya
menurut caranya sendiri. Dorongan ini terkadang dibatasi oleh orang dewasa bila
dianggap menganggu. Banyak gejala rasa ketidaktergantungan anak dilihat oleh
orang dewasa sebagai pembangkangan, tidak menyesuaikan diri atau kekasaran. Ada
kalanya beberapa di antara anak muda lebih cepat matang untuk mengarahkan dan
menentukan diri sendiri disbanding dengan yang lain. Kendatipun demikian ada
beberapa orang tua dan guru tidak memperkenankan hak mengarahkan dan menentukan
diri sendiri itu bagaimanapun matangnya anak. Seseorang yang menginginkan
pengarahan diri sendiri tanpa disiplin diri adalah paradoks. Bisa saja ia
menjadi seorang yang mementingkan diri sendiri (selfish), tetapi hal itu
berbeda sekali dengan orang yang mengarahkan diri.
Self-discipline menyarankan pembuatan
keputusan-keputusan tentang tindakan-tindakan seseorang didasarkan pada ukuran
kebajikan, walaupun aliran-aliran filsafar mempunyai pengertian yang berbeda
tentang kebajikan. Dalam kenyataan hidup sehari-hari sering terjadi orang
mempertaruhkan kesejahteraan dan keselamatan dirinya untuk kepentingan dan
kebajikan umum atau untuk mencapai sesuatu yang lebih baik.
Self-discipline yang sejati harus datang dari dalam
diri sendiri. Kalau dipaksa dari luar, akan berlangsung selama ada orang yang
memaksakannya atau memberikan ancaman hukuman.
Self-control adalah suatu pengertian yang berbeda dari
dari self-discipline, walaupun keduanya erat hubungannya. Self-control, seperti
halnya self-discipline harus datang dari dalam diri. Tetapi beberapa pengarahan
dan disiplin harus datang dari luar diri sehingga sistem kontrol diri
berkembang. Orang dewasa yang bertanggungjawab atas pertumbuhan dan
perkembangan anak muda tidak pernah melupakan kenyataan bahwa suatu disiplin
yang dipaksakan dari luar harus ditujukan kea rah diri sendiri dan disiplin
diri, bukan penurut dan penakut.
Disiplin bukanlah suatu yang pahit seperti halnya obat
yang harus diminum karena bermanfaat bagi tubuh. Disiplin adalah suatu
"organization frame" yang memungkinkan seseorang mengerjakan sesuatu.
Sedikit sekali atau hampir tidak ada aktivitas manusia dapat berlangsung dengan
sukses dalam suasana yang kacau dan penuh perselisihan antarpribadi.
Dalam situasi belajar-mengajar, metode disiplin yang
digunakan oleh guru dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan murid untuk
menerangkan akibat-akibat dari tingkahlakunya. Guru-guru dan orang dewasa lain
yang berhubungan dengan orang lain harus merupakan "therapits" dalam
pendekatannya untuk memahami tingkah laku manusia dan memilih metode disiplin
mana yang digunakan dalam setiap situasi.
Setelah mengetahui aspek-aspek yang tercakup dalam kebebasan,
akan ditinjau lebih lanjut bagaimanakah pelaksanaan kebebasan itu dalam situasi
belajar-mengajar atau bagaimana pelaksanaan suatu metode mengajar dapat
mengembangkan self-direction, self-discipline, dan self control.
Setiap anak harus dapat mengembangkan diri dengan
bebas, demikian prinsip yang menjadi cirri metode Montessori. Untuk itu
anak-anak harus dibimbing sedemikian rupa sehingga dengan membimbing keaktifan
mereka secara baik, mereka akan sanggup berdiri sendiri. Sebaliknya kalau guru
menguasai murid-murid dan memeksakan kehendaknya kepada mereka, mereka akan
menjadi orang yang sangat tergantung kepada orang lain dan tidak punya
inisiatif.
- Lingkungan
Manusia lahir ke dunia, dalam suatu lingkungan dengan
pembawaan tertentu. Pembawaan yang potensial itu tidak spesifik melainkan
bersifat umum dan dapat berkembang menjadi bermacam-macam kenyataan akibat
interaksi dengan lingkungan. Pembawaan menentukan batas-batas kemungkinan yang
dapat dicapai oleh seseorang, akan tetapi lingkungan menentukan menjadi
seseorang individu dalam kenyataan. Tentang fungsi pembawaan dan lingkungan,
Henry E. Garret mengatakan bahwa keduanya tidak bertentangan, melainkan saling
membutuhkan.
Lingkungan yang buruk dapat merintangi pembawaan yang
baik, tetapi lingkungan yang baik tidak dapat menjadi pengganti suatu pembawaan
yang baik.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh para ahli
psikologi diperoleh petunjuk sebagai berikut: faktor pembawaan lebih menentukan
dalam hal intilegensi, fisik, reaksi pengindraan; sedang lingkungan lebih
berpengaruh dalam pembentukan kebiasaan, kepribadian, dan nilai-nilai.
Kejujuran, gembira, murung dan ketergantungan kepada orang lain sangat
dipengaruhi oleh training (belajar).
Hubungan lingkungan dengan belajar-mengajar
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
pengalaman dan latihan. Yang dimaksud pengalaman adalah interaksi antara
manusia dengan lingkungan pengamatannya. Dalam interaksi itulah seseorang
belajar. Dari pengalaman-pengalaman itu ia memperoleh pengertian-pengertian,
sikap-sikap, penghargaan, kebiasaan, keterampilan, dsb. Lingkungan anak
memperoleh pengalaman luas(keluarga, sekolah, alam sekitar, lembaga, dsb).
Mengajar adalah membimbing murid belajar atau
membimbing pengalaman murid. Jadi, seorang guru harus mengatur lingkungan
sebaik-baiknya, sehingga terciptalah syarat-syarat yang baik dan menjauhkan
dari pengaruh yang buruk.
Prinsip lingkungan dalam mengajar sangat menekankan
pada integrasi anak dengan lingkungannya. Apa yang dipelajari tidak terbatas
pada apa yang ada di dalam text book, atau penjelasan-penjelasan guru di dalam
kelas. Banyak hal yang dapat dipelajari dalam lingkungan anak. Pengajaran yang
tidak menghiraukan prinsip lingkungan menyebabkan anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma
kehidupan di mana ia berada.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk melakukan
prinsip lingkungan dalam pembelajaran adalah:
a.
Memberikan
pengetahuan tentang lingkungan anak dan dari sinilah pengetahuan agama anak
diluaskan.
b.
Mengusahakan
agar alat yang digunakan berasal dari lingkungan yang dikumpulkan baik oleh
guru maupun murid.
c.
Mengadakan
karya wisata ke tempat-tempat yang dapat mendukung untuk memperluas pengetahuan
agama dan keimanan anak.
d.
Memberi
kesempatan kepada anak untuk melaksanakan penyelidikan sesuai dengan
kemampuannya melalui bacaan-bacaan dan observasi, kemudian mengekspresikan hasil penemuannya dalam
bentuk percakapan, karangan, gambar, pameran, perayaan,dsb.
- Globalisasi
Prinsip globalisasi diterapkan dalam pengajaran sebagai
akibat dari pengaruh psikologi gestalt dan psikologi totalitas. Perkataan
"Gestalt" berasal dari bahasa Jerman yang berarti bentuk atau rupa.
Dalam bahasa Inggris dikenal dengan "whole", sedang dalam bahasa
Belanda adalah "blobaal". Psikologi ini mengemukakan bahwa bentuk itu
lebih banyak artinya daripada jumlah unsure-unsurnya dan arti tiap-tiap unsur
ditentukan oleh kedudukannya dalam bentuk. Psikologi totalitas mengemukakan
tentanga pengamatan anak sebagai berikut:
Pada waktu mengamati sesuatu untuk pertama kalinya,
terbentuklah suatu gambaran yang menyeluruh (global) tetapi kabur
(bagian-bagiannya tidak begitu jelas). Sesudah pengamatan itu diulang, gambaran
itu menjadi lebih terang, bagian-bagiannya semakin jelas kelihatan.
Jika ditinjau dari sudut murid sebagai pribadi yang
melakukan belajar, maka psikologi gestalt mengemukakan bahwa "manusia
beraksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual,
tetapi juga secara fisik, sosial, dsb".
Sesuai dengan prinsip psikologi gestalt dan totalitas
tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan pelajaran agama yanga diberikan kepada
murid hendaknya merupakan kesatuan yang bermakna, bukan bagian-bagian yang
lepas. Begitu pula seluruh aspek (cipta, rasa, karsa, tingkah laku, hubungan
social dsb) harus diperhatikan.
Prinsip globalisasi dalam pengajaran menekankan bahwa
keseluruhan itulah yang harus menjadi titik permulaan pengajaran. Anak selalu mengamati keseluruhan lebih
dahulu kemudian bari bagian-bagiannya. Untuk kepentingan itulah maka di dalam
kurikulum di beri petunjuk agar setiap guru membuat satuan bahasan, kemudian
dari satuan bahasan itu dibuat satuan pelajaran.
Zakiyah Daradjat, metodik khusus pengajaran agama islam. Penerbit
bumi aksara Jakarta cet. 4 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar